Renungan pagi

Bandung, 06 Maret 2010.. 01.30 WIB
Tak terasa hari berganti lagi dan malam ini kembali melewati pergantian hari dengan terjaga. Merasakan udara malam kota bandung yang sejuk dan perut yang terus bunyi minta diisi, tapi sayang ga ada makanan (maklum harus ngirit). Saat jalan-jalan ke kampus , aku tertegun, ternyata masih ratusan pasang mata yang juga masih terjaga. Emang ITB ga ada matinya, seakan ga pernah habis energi para penghuninya. Ada rasa bangga juga merasuk dalam hati ketika merasa menjadi bagian dari orang-orang yang senantiasa hidup disaat jutaan orang lainnya terlelap. Entah apa yang mereka lakukan, ada yang melakukan penelitian, ada yang rapat (kaya aku he_he), ada yang ngerjai tugas, dan ga tau lagi pada ngapain.

Saat masuk ke kosan sebenarnya pengen istirahat, tapi otak ini menyuruh untuk menyalakan komputer dan menulis. Emang sayang juga kalau di bawa tidur, mumpung di kepala lagi ada ide dan energi juga masih lumayan.

Aku teringat tausyiah yang diberikan tadi sebelum MUSPIM dan ternyata sama dengan apa yang selama ini aku yakini. Sebenarnya apa yang kita lakukan di dunia ini bukan untuk siapapun, tapi hanya untuk diri kita sendiri. Bahkan ibadah kita juga untuk diri sendiri. Selama ini kita sering merasa bangga ketika bisa melakukan sesuatu yang besar dan berarti bagi orang lain, padahal apa yang kita lakukan ga berpengaruh besar pada orang lain. Setiap manusia memiliki jalan hidup masing-masing yang telah ditentukan oleh Sang Khaliq dan yang bisa dilakukan manusia hanya sebatas proses, sedangkan hasil adalah keputusan mutlak dari_Nya. Ketika bisa membantu orang lain memecahkan masalahnya, sebenarnya bukan kita yang memberikan solusi, tapi Allah. Kita hanya sebagai perantara lewatnya solusi dan yang kita dapatkan adalah pahala atas kebaikan kita yang akan Allah balas baik berupa kebaikan di dunia maupun kebaikan di akhirat. Ketika kita menunjukan dan mengajak orang pada kebaikan sehingga orang itu mendapat hidayah, bukan kita penyebabnya karena Allah mengirimkan hidayah pada siapapun yang Dia kehendaki. Kita hanya sebagai wasilah datangnya hidayah itu. Jadi, ga ada gunanya kita kalau selama ini merasa hebat, berpengaruh pada orang lain, ataupun merasa menjadi penunjuk pada kebenaran karena kita ga bisa sedikitpun merubah keadaan hati orang lain keculi Allah.

Aku jadi malu karena selama ini merasa sudah melakukan banyak kebaikan, merasa sudah menjadi orang yang berarti bagi orang lain, padahal apa yang aku lakukan adalah hanya untuk menyelamatkan diri sendiri. Kebaikan-kebaikan yang kita lakukan adalah sebagai sarana untuk menutupi dosa-dosa. Sementara jika kita merasa kebaikan yang kita lakukan adalah untuk mendapatkan surga adalah salah. Kebaikan kita ga akan pernah cukup untuk membawa ke surga, tapi hanya kasih sayang allah lah yang dapat memasukan kita ke surga_Nya. Dalam hal ini lebih baik kita jadi orang yang egois untuk mendapatkan kasih sayang_Nya, ga perlu memperdulikan kebaikan dan keburukan orang lain. Kalau kita berbuat baik, mengajak orang pada kebenaran,dan membantu orang menjadi berhasil itu semua hanya untuk diri kita agar bisa mendapatkan kebaikan sebanyak-banyaknya untuk menutupi dosa-dosa kita.

Insyaallah kalau kita niatkan hati hanya untuk menambah kebaikan kita, ga ada lagi rasa kecewa ketika mengajak orang hanya sedikit yang mengikuti, ga merasa lelah ketika usaha yang kita lakukan tidak menghasilkan sesuatu yang sesuai keinginan, ga merasa sombong ketika usaha kita menghasilkan sesuatu yang besar dan banyak orang mengikuti karena hasil yang sedikit tidak mencerminkan kebaikan yang sedikit dan hasil yang banyak tidak mencerminkan kebaikan yang banyak juga.. Wallahualam

0 komentar:

Post a Comment